Artikel

Imigrasi Lampung Perkuat Layanan untuk Cegah PMI Non-Prosedural

Setiap tahun, ribuan warga Indonesia berangkat ke luar negeri untuk mengadu nasib. Namun, tak sedikit yang menempuh jalur non-prosedural dan berakhir menjadi korban perdagangan orang.

 

Di Provinsi Lampung, yang dikenal sebagai salah satu kantong pekerja migran Indonesia (PMI), lebih dari 7.000 permohonan paspor pada tahun 2024 terindikasi non-prosedural — angka yang menjadi alarm bagi perlindungan kemanusiaan.

 

Menjawab situasi tersebut, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Lampung meluncurkan inisiatif strategis bertajuk “Strategi Pelayanan Keimigrasian dalam Upaya Pencegahan PMI Non-Prosedural di Provinsi Lampung.”

 

Kepala Kanwil Imigrasi Lampung, Petrus Teguh Aprianto, menjelaskan bahwa langkah ini lahir di bawah bimbingan Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Tahun 2025, dengan semangat memperluas makna pelayanan keimigrasian dari sekadar administrasi menjadi perlindungan menyeluruh.

 

 

Tiga Pilar Utama: Pelayanan yang Melindungi

 

Program ini berdiri di atas tiga pilar utama:

 

1. Pedoman Pelayanan Paspor Pencegahan PMI Non-Prosedural

 

Panduan operasional yang menekankan pemeriksaan cermat dan manusiawi agar setiap petugas memahami indikator risiko pengajuan paspor berpotensi non-prosedural.

 

2. Sistem Terintegrasi Antar Kantor Imigrasi di Lampung

 

Inovasi berupa prototype basis data bersama memungkinkan riwayat permohonan ditolak dapat dilacak lintas kantor. Dengan begitu, pemohon berisiko tak lagi bisa berpindah dari satu kantor ke kantor lain tanpa terdeteksi.

 

3. Program Literasi Hukum dan Migrasi Aman (PIMPASA)

 

Gerakan edukatif yang menurunkan jajaran imigrasi ke desa-desa kantong PMI untuk menyosialisasikan pesan sederhana namun penting: “Berangkatlah dengan aman, pulanglah dengan selamat.”

 

Hasil Nyata: Sinergi dan Penurunan Kasus

 

Langkah ini membuahkan hasil nyata di lapangan. Kanwil Ditjen Imigrasi Lampung berhasil membangun kerja sama erat dengan BP2MI, Dinas Tenaga Kerja, Kepolisian, serta pemerintah daerah.

 

Beberapa capaian penting antara lain:

 

Tiga kantor imigrasi pilot (Bandar Lampung, Kalianda, dan Kotabumi) telah menerapkan pedoman pelayanan baru.

 

Sistem integrasi berbasis spreadsheet aktif digunakan untuk mendeteksi pemohon berisiko.

 

Program PIMPASA menjangkau puluhan desa kantong PMI.

 

Terbentuk forum komunikasi lintas instansi untuk menindaklanjuti kasus secara terpadu.

 

Hasilnya, terjadi penurunan tren permohonan paspor berindikasi non-prosedural serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya migrasi aman dan legal.

 

Rekomendasi Kebijakan Nasional

 

Dari keberhasilan di Lampung, muncul sejumlah rekomendasi untuk penerapan secara nasional:

 

1. Pelembagaan Pedoman sebagai Kebijakan Nasional oleh Ditjen Imigrasi.

 

2. Penguatan Sistem Integrasi Digital di bawah Pusat Data Keimigrasian.

 

3. Replikasi Program PIMPASA ke provinsi lain sebagai bagian dari strategi nasional perlindungan PMI.

 

4. Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan dengan melibatkan pemerintah daerah serta masyarakat.

 

Penutup: Dari Lampung, Cahaya Perlindungan Itu Menyala

 

Langkah kecil yang dimulai di Lampung kini menjadi inspirasi nasional. Imigrasi tak lagi sekadar melayani keberangkatan, tetapi memastikan keselamatan perjalanan hidup warganya.

 

Sebab setiap paspor yang diterbitkan bukan hanya dokumen perjalanan, melainkan janji negara untuk melindungi rakyatnya di mana pun mereka berada. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *